Apple Menghadapi Tuntutan Hak Cipta Atas Praktik Pelatihan AI

0
8

Apple terlibat dalam gugatan hak cipta yang menuduh raksasa teknologi itu secara tidak sah menggunakan karya berhak cipta untuk melatih model kecerdasan buatannya. Gugatan tersebut, yang diajukan oleh penulis Grady Hendrix dan Jennifer Roberson, terjadi hanya beberapa hari sebelum acara iPhone 17 yang diantisipasi Apple dan menggarisbawahi pertarungan hukum yang berkembang seputar AI dan kekayaan intelektual.

Tuduhan: Applebot dan Perpustakaan Bayangan

Inti dari keluhan tersebut berpusat pada dugaan penggunaan program perangkat lunak yang disebut Applebot oleh Apple untuk mengumpulkan data dari “perpustakaan bayangan” – situs web yang menawarkan salinan buku bajakan atau tidak sah. Menurut gugatan tersebut, novel Hendrix dan Roberson dimasukkan dalam kumpulan data bajakan ini dan kemudian digunakan untuk melatih model AI Apple tanpa persetujuan atau kompensasi mereka.

“Apple belum berusaha membayar para penulis ini,” kata gugatan tersebut. “Apple tidak meminta izin untuk menyalin dan menggunakan buku berhak cipta yang disediakan untuk modelnya. Sebaliknya, Apple sengaja menghindari pembayaran dengan menggunakan buku yang sudah dikumpulkan dari kumpulan data bajakan.”

Tindakan hukum ini menyoroti ketegangan kritis dalam proses pengembangan AI: kebutuhan akan data dalam jumlah besar untuk menciptakan model AI yang efektif. Meskipun mendapatkan lisensi dari pencipta bisa memakan banyak biaya dan waktu, mengabaikan perlindungan hak cipta telah memicu banyak tuntutan hukum terhadap perusahaan AI.

Tren yang Lebih Luas dalam Sengketa Hak Cipta AI

Gugatan terhadap Apple ini adalah bagian dari gelombang besar litigasi hak cipta yang berdampak pada industri AI. Tepat pada hari yang sama saat gugatan diajukan, Anthropic, pencipta chatbot Claude AI, mengumumkan penyelesaian $1,5 miliar dalam gugatan pembajakan class action. Hal ini menghasilkan pembayaran sekitar $3.000 per karya bajakan, menyusul kemenangan sebagian Anthropic dalam kasus serupa di mana pengadilan memutuskan bahwa penggunaan materi berhak cipta termasuk dalam “penggunaan wajar”. Kemenangan serupa diraih Meta, yang semakin menunjukkan kompleksitas hukum seputar pelatihan AI dan hak cipta.

Meningkatnya jumlah tuntutan hukum ini mengungkapkan ketidaksepakatan mendasar antara perusahaan AI dan pencipta. Perusahaan memperjuangkan pengecualian “penggunaan wajar”, yang mengizinkan penggunaan materi berhak cipta tanpa izin untuk tujuan seperti pendidikan atau jurnalisme. Sebaliknya, kreator menegaskan hak mereka untuk mengontrol penggunaan karya mereka dan memastikan mereka mendapat kompensasi yang layak, sehingga berpotensi memilih untuk tidak menggunakan karya mereka untuk melatih sistem AI.

Strategi AI Apple dan Tantangan Saat Ini

Masuknya Apple ke dalam lanskap AI relatif lambat dibandingkan dengan pesaing seperti Samsung, Google, dan Motorola, yang secara agresif memasukkan fitur AI ke dalam ponsel mereka. Saat ini, integrasi AI utama Apple memungkinkan pengguna mengakses ChatGPT melalui perintah suara Siri.

Bahkan fitur yang ada ini pun menghadapi tantangan hukum. Awal musim panas ini, Elon Musk mengajukan gugatan terhadap Apple dan OpenAI, menuduh mereka menerapkan “skema anti persaingan” yang dimaksudkan untuk membungkam produk AI yang bersaing seperti Grok miliknya.

Pertarungan hukum seputar AI dan hak cipta sangatlah penting, karena hal ini memengaruhi masa depan pengembangan AI dan hak-hak pencipta di era digital.

Gugatan terhadap Apple menggarisbawahi momen penting dalam perdebatan yang sedang berlangsung mengenai AI dan kekayaan intelektual. Saat Apple bersiap untuk meluncurkan iPhone 17, Apple harus menavigasi pertimbangan hukum dan etika yang kompleks ini sambil berupaya untuk berinovasi di pasar AI yang semakin kompetitif.

Previous articlePertarungan Hak Cipta AI: Getty vs. Stabilitas AI – Keputusan yang Kompleks
Next articlePratinjau Liga Champions: Cara Streaming Langsung Newcastle vs. Benfica Dari Mana Saja